Fungsi Perseroan Terbatas
Perusahaan, dalam hal ini yang berbentuk perseroan terbatas secara fungsional dituntut memberikan nilai tambah (value added), baik berbentuk financial return bagi para pemegang saham (shareholders) maupun social-welfare, yang sekurang-kurangnya value added bagi stakeholders. Berkenaan dengan
hal ini perlu mendapat perhatian implementasi dan enforcement dari Pasal 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yakni bahwa kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Meskipun Pasal 21 ayat (1) UUPT telah mewajibkan Direksi PT untuk melakukan Wajib Daftar Perusahaan, yang intinya adalah penyampaian ketentuan yang termuat dalam Anggaran Dasar, di antaranya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan, namun wajib daftar tersebut sampai saat ini masih merupakan proforma yang belum mempunyai konsekuensi hukum yang lebih luas dan positif terutama berkenaan dengan penyalahgunaan maksud dan tujuan PT.
hal ini perlu mendapat perhatian implementasi dan enforcement dari Pasal 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yakni bahwa kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Meskipun Pasal 21 ayat (1) UUPT telah mewajibkan Direksi PT untuk melakukan Wajib Daftar Perusahaan, yang intinya adalah penyampaian ketentuan yang termuat dalam Anggaran Dasar, di antaranya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan, namun wajib daftar tersebut sampai saat ini masih merupakan proforma yang belum mempunyai konsekuensi hukum yang lebih luas dan positif terutama berkenaan dengan penyalahgunaan maksud dan tujuan PT.
Sebagai preseden buruk berkenaan dengan penyalahgunaan fungsi PT adalah munculnya praktik-praktik pendirian PT yang hanya dimaksudkan sebagai “paper company?, yakni suatu perusahaan yang di atas kertas berbentuk PT, namun hanya bertujuan sebagai penarik dana pinjaman bagi perusahaan lain dalam satu kelompok untuk mengelabui peraturan perundang-undangan (misalnya ketentuan perbankan), tidak menjalankan usaha sebagaimana layaknya PT. Contoh mutakhir yang dapat dimasukkan sebagai praktik paper company adalah kasus PT Mustika Niagatama (salah satu perusahaan Ongko Group), karena begitu minimnya asset PT Mustika Niagatama dibandingkan dengan jumlah kewajibannya. Fakta demikian muncul menjadi sorotan utama dalam laporan kurator, bahwa asset likuid PT Mustika Niagatama hanya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sedangkan total utang yang dimiliki sebesar Rp 2.600.000.000.000,- (dua trilyun enam ratus milyar rupiah). Sebelumnya tanggal 4 Oktober 2000, sebanyak 14 (empat belas perusahaan Ongko Group akhirnya dipailitkan. Umumnya kepailitan disebabkan oleh penerbitan promes yang tidak dapat dibayar, karena perusahaan-perusahaan tersebut ternyata tidak memiliki aset yang mencukupi.
Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai mekanisme preventif untuk mencegah disalah-fungsikannya PT, baik oleh Pemegang Saham, Pengurus maupun pihak-pihak lain. UUPT dalam Penjelasan Umumnya mengidealkan PT tidak semata-mata sebagai alat yang dipergunakan untuk memenuhi tujuan pribadi Pemegang Saham (alter ego), melainkan berfungsi sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional yang memiliki value added bagi masyarakat, mengingat kemampuan PT untuk memberikan pendapatan berupa pajak, penyedia kesempatan kerja dan ekspor impor.